Printilan yang Harus Disiapkan Jelang Kelas Inspirasi

Oktober 20, 2018

(Kilas Balik Kelas Inspirasi Grobogan 2017)


Whuaa, akhirnya saya jadi ikutan Kelas Inspirasi! Di kota sendiri, pula. Kota suami dan anak-anak, ding. Da saya mah cuma numpang. *lalu menunduk sedih
But I do love kota kicil ini!

Jadi, ini kegiatan Kelas Inspirasi pertama di Grobogan. Ada 7 SD zona inspirasi. Yang alhamdullilah, qadarullaah, saya dapat SD di dekat rumah. Cuma 2 km-an. Kalau dapat SD yang jauh dan off road, saya kibar bendera putih duluan, deh. Bukan sok atau gimana, sih. Kasian pinggang saya, makin kejepit ntar sarafnya, hehehe. So, tahu diri aja. 

Nah, berhubung ini juga pertama kali saya ikutan, saya masih nge-blank banget. Jarak antara hari H dengan pengumuman terpilih sebagai relawan, cukup dekat. Harusnya saya sudah cari-cari ilmu, eh ndilalah, qadarullaah anak bontot masuk RS. Jadi yaa, H2C gitu, antara jadi ikutan atau enggak. Ihiks ...

Alhamdulillah, pas seminggu sebelum hari H, anak saya boleh pulang dari RS. Lega, meski masih ada rewelnya dikit. Tapi kan, saya sudah bisa mulai browsing mendetail tentang KI. Ada beberapa hal yang saya cemaskan:

1. Suara saya yang powerless. Huah, kuat tak yaa, ngomong di depan sekelas anak SD? Pengalaman ngelatih paduan suara di SD anak saya, wohoo suara saya tenggelam di dengungan suara anak-anak.

2. Baju profesi. Hmm, dianjurkan para relawan pakai baju sesuai profesinya. Biar lebih nyata dan menarik, gitu ceunah. Yang anggota TNI pakai seragam tentara, yang pilot pakai baju pilot, yang chef pakai topi khasnya, dokter tentu pakai jas putih, petugas damkar or rescue gagah pakai seragam masing-masing, penulis pakai ... daster?  *itu kostum nulis sayaaa maaa

3. Materi.
Saya mau cerita apa, yaa? Apa harus berbusa-busa ngenalin profesi mulia ini, sampai mereka mau jadi penulis juga? Kumaha carana? Kalau dokter bisa terlihat gaya betulan kalungan stetoskop, masa saya harus berkalung laptop? *plaak, gak kreatif amat ya

4. Games? Nyanyian? Omaigaaat. Pengen kabur duluan rasanya. Putusin aja gitu urat malu saya?

Alhamdulillah, ketakutan-ketakutan itu memudar. Saya tekun berguru via cerita-cerita di blog relawan, nonton yutub, sampai tanya sana-sini.

Beruntung, punya teman-teman penulis cerita anak yang alumni KI, bahkan sampe berkali-kali. Hahaha. Angkat topi dan saluut buat Mbak Nurhayati Pujiastuti, Kang Iwok Abqary, Uni Novia Erwida, makasiiiih banyak, ya. Ide-idenya benar-benar membantu. Semoga berkah.

Nah, jadi berikut 'senjata' yang saya persiapkan:

1. Browsing sebanyak mungkin cerita/ pengalaman relawan inspirator lain. Siapapun mereka, pasti berguna, deh. Syukur-syukur dapat cerita dari yang satu profesi. Ide games dan ice breaking juga cukup mudah ditemukan.

2. Alat peraga
Sebagai seorang penulis buku anak, saya siapkan buku-buku karya saya. Gunanya: sebagai hook/penarik perhatian, untuk dibacakan. Bisa juga membawa buku lain yang berbentuk pop-up (saran Kang Iwok), atau buat wayang kertas dari tokoh cerita kita (nggak sempat bikin saya, hiks).

3. Aktivitas
Sebetulnya ada 2 masukan dari teman, yakni menyusun rangkaian cerita atau membuat cerita dari potongan gambar.
Saya pilih yang terakhir: membuat 'buku cerita'. Saya ingin anak-anak merasai manjadi seorang penulis, yang bisa membuat cerita sendiri. Supaya mereka pede, mendobrak pemikiran kalau itu mustahil dilakukan.

4. Games/Ice Breaking
Selain salam/yel-yel yang sudah disepakati kelompok, saya buat nyanyian tentang cita-cita serta tepuk semangat (tepuknya niru tepukan anak TK, hehe). Lagu, digubah dari Balonku.

5. Tambahan
Saya buat slideshow -dan bentuk film pendek, tapi gagal tayang karena saya gaptek, haha. Jadi slideshow saja tentang proses penerbitan sebuah buku. Alhamdulillah, mereka suka.

6. Perlengkapan
Sediakan spidol, bolpen, stapler, apa saja yang kira-kira bakal dibutuhkan. Saya juga bikin properti tulisan macam 'Ingin Jadi Penulis', gitu.

7. Siapkan Stamina!
Terakhir, tapi terpenting. Percuma siap semua tapi kitanya loyo. Ya kan? Percaya deh, ngajar itu butuh tenaga luar biasa! *lap keringat, sungguh

Nah, itu dia persiapan yang saya lakukan menyambut Hari Inspirasi kemarin. Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Walau saya jadi yang paling rempong bawaannya, nggak papa. Yang penting anak-anak suka! *kayaknya, sih hihi

Mereka paling terpukau *halah* saat saya perlihatkan buku-buku karya tulis saya. Tambah terpana dan ceria ketika dibacakan cerita. Dan sebagai closing yang seru, tambah pengetahuan mereka tentang perjalanan sebuah buku.

Tak terasa, waktu 30 menit berlalu amat wuuuush... Sampai saking seriusnya, eh asyiknya, saya nggak sempat ambil foto di tiap kelas. Waktunya ngemis foto ke mas-embak dokumentator. Huhuuuu...

Oh iyaa, kostum gimana jadinya? Yah, nggak mungkin kan saya tunjukin selera asli saya dalam bekerja. Yang biasanya pakai daster atau baju rumahan yang isis dan santai, plus kadang belum mandi pula. Uuups. Jangan ditiru, yaa, anak-anak! Jadi, kalau memang profesimu nggak kenal seragam resmi, pasrah ajalah pakai pakaian pantas pakai. Oke? :D






You Might Also Like

0 komentar