Murid Lugu (dimuat di Gado-gado Femina, Juni 2012)
Agustus 30, 2012
Mengajar di sebuah sekolah menengah pertama yang
berada jauh dari ‘peradaban’, pastilah bukan cita-cita suami saya di awal
kariernya sebagai guru.
Namun apa
hendak dikata, ternyata SK PNS-nya menempatkan sang guru seni musik itu di
sebuah SMP nun di atas perbukitan kapur di utara kabupaten kami. Sebuah lokasi
yang untuk mencapainya harus mendaki jalan berbatu gunung yang terjal dan
menembus kegelapan hutan jati. Yang bila musim hujan, jalan itu berlapis lumpur
licin yang sanggup melontarkan para guru dari atas jok motor mereka.
Soal penghuni sekolah alias para
murid, sayangnya berbanding lurus dengan kondisi geografis dan ekonomis daerah
itu. Terbatasnya akses informasi dan modernisasi, membuat mayoritas murid (pun
warga) menjalani kehidupan yang sangat sederhana juga lugu. Alih-alih kenakalan
yang lazim ditemui di usia remaja, suami saya justru acapkali menemukan polah
yang cenderung ‘ajaib’.
Misal pada suatu saat suami saya
mengadakan ulangan harian. Salah satu soalnya berbunyi, “Apakah legenda itu?”
(kala itu suami masih mengampu dobel mata pelajaran).
Dengan
mantapnya, seorang siswa menuliskan jawaban: “Legenda adalah motornya Pak Tri”.
Rupanya si anak merujuk pada motor bebek keluaran awal tahun 2001-an milik
suami, yang masih berstatus baru ngredit
waktu itu. Oalah, Nak…
Itu masih tergolong murid hebat lho, karena tulisannya masih bisa
terbaca dengan jelas. Percaya tidak, masih ada murid kelas satu SMP
yang belum lancar membaca! Tulisannya
morat-marit bak cacing kelaparan, bikin pening. Menyedihkan, ya.
Teringat pula ketika untuk pertama
kalinya diadakan study tour alias
piknik ke luar kota. Wah, betapa semua anak bersemangat dan penuh sukacita.
Bagaimana tidak, mereka akan ‘turun gunung’, naik bis selama lebih dari 3 jam
menuju Yogyakarta. Dan bisa ditebak, selama perjalanan panjang itu, para guru
mendadak menjadi perawat sukarela. Mengurusi nyaris seisi bus yang bergantian
menumpahkan isi perutnya karena mabuk perjalanan.
Mengawal siswa di tempat tujuan
study tour, justru jauh lebih
merepotkan lagi. Anak-anak yang terlalu excited
kerapkali melancong sana-sini tanpa pamit, membuat guru-guru panik. Bertingkah norak dan heran melihat banyak hal yang baru
kali itu mereka temui. Meski memendam malu atas ke-ndeso-an muridnya, toh
sang guru tetap dengan senang hati menjawab semua keingintahuan muridnya.
Nah, soal bergaya dan belanja,
jangan ditanya. Entah ide siapa, tiba-tiba semua siswa kompak berpose dengan
kacamata hitam bertengger di hidung, dan telinga disumpal earphone walkman murahan, hasil jajan mereka di penjaja asongan.
Tak peduli keren atau tidak, semua nyengir bahagia. Astaga.
Sudah?
Belum. Sekarang cerita tentang remaja yang mulai puber. Jatuh cinta. Dan suami
saya ikut ketiban cinta monyet dari
beberapa muridnya. Oh my God! Saya
benar-benar heran, kenapa juga pak gurunya yang dijatuhcintai, sih? Apa suami saya terlalu keren sebagai guru ya? Mbok ya naksirnya sama teman saja, gitu. Naksir guru, apalagi suami saya,
pasti bakal gigit jari, dong. Suami
saya kan setia dan nggak genit, hehehe.
Eits,
bukan saya marah, apalagi cemburu, lho.
Saya
cuma kasihan mendengar cerita suami tentang anak-anak putri itu. Bukannya rajin
belajar, mereka malah sibuk kasak-kusuk, bisik-bisik. Kadang bertengkar sesama
penggemar. Pernah juga mengirimkan kado ulang tahun, ada jam meja dan kaos.
Berapa duit itu, ya?
Yah,
meskipun sekolah ndeso, muridnya ndeso, tapi sang guru tentu tak boleh
berpikiran ndeso. Iya, kan? Mau
jadi apa muridnya kalau gurunya tidak bisa mengajak pada kemajuan. Maka, betapa
senangnya anak-anak itu ketika diajari menyanyi, diperdengarkan alunan gitar
dan suara suami yang cukup mendayu, sehingga ketagihan ingin diajar terus.
Suami saya
juga sering memotivasi anak-anak untuk berpikir positif, penuh semangat,
optimis, dan berani menggantungkan cita-cita setinggi langit.
“Walaupun kalian orang desa, tinggal
di desa, jangan pernah malu. Kalian punya kesempatan yang sama dengan
teman-teman yang beruntung tinggal di kota sana,” begitu kira-kira yang selalu
ditanamkannya para para murid.
Yup, suami saya bahagia
mengajar di sana .
Mungkin karena kemampuan empatinya itu, suami saya
disayang dan dihormati oleh murid-muridnya. Seperti apa yang diungkapkan
seorang murid ketika diminta menuliskan kesan-kesan mereka tentang gurunya ini:
“Pak Tri adalah guru yang kejam dan
menyenangkan.”
Ajaib, kan?
19 komentar
mbak, dirimu keren deh , langganan gado-gado femina . Aku masih ngantri di sana :D
BalasHapusmbak lia kereeen.. sudah 2x yaaa dimuaat. aku mental teruuus.. :D
Hapusmbak vanda, maaf numpang.. dibawah gak bisa komeeen :((
ga tau kenapa di beberapa blog kolom komen buat aku ga ada. pilih kasih atau apa ya admin blogger he,
*Mbak Vanda, trims Mbaak..masya Allah, pas rezekinya kali Mbak. Alhamdulillaah. Ayolah, dirimu pasti bisa jugaaa!
Hapus*Binta, masa nggak ada kolomnya? Bukan aku yang pilih kasih lho yaa.. Aamiin, kuanggap doa, ya. Semoga aku memang bisa jadi penulis keren :D
*Mbak Vanda, trims Mbaak..masya Allah, pas rezekinya kali Mbak. Alhamdulillaah. Ayolah, dirimu pasti bisa jugaaa!
Hapus*Binta, masa nggak ada kolomnya? Bukan aku yang pilih kasih lho yaa.. Aamiin, kuanggap doa, ya. Semoga aku memang bisa jadi penulis keren :D
Guru memang pahlawan tanpa tanda jasa ya mbak...Pasti menyenangkan ^_^
BalasHapusAku sedang belajar bikin artikel mbak, ajarin yaaa....
Iya, Mbak Mayya. Semoga suamiku bisa jadi guru yang baik, ya. Makasiih banget udah mampir. Kalo soal bikin artikel, kita belajar bareng aja, kan aku juga murid statusnya, hehehe
Hapusbagus banget mbak tulisannya.. salam kenal ya...
BalasHapusAlhamdulillah kalo mbak suka tulisan sederhanaku. Salam kenal juga, trims sudah mampir :D
HapusKeren mbak .... pengalamannya "gado2" :)
BalasHapusHehe, iya mbak gado2 rasanya, atau nano2 kali ya? Makasiih :)
HapusHehehe...., ga salah pilih Femina memuatnya, memang oke tulisan ini. Asyik dibaca, dan bermakna.
BalasHapusAh, terlalu memuji nih Mas. Trims sudah mampir yaa
HapusTerharu bacanya Mbaak.
BalasHapusKeren yo sering dimuat Femina :)
Makasih mbaak. Kalo sekarang ngajar di kota, muridnya remaja, ceritanya udah nggak lucu lagi. Serem malah hehe.
HapusEh nggak sering kok, baru 2x :)
Hihihi lucu ya mbak. Perasaan memang gado2 membacanya .. dan puass :)
BalasHapusMakasiih Mbak Niar, maaf lamaa komennya ya ;)
HapusMbak Lia keren euyy.. Suka gaya bercerita nya.. Btw syarat nulis di gado2 femina apa aja si mbak? Bagi2 inpohh dong :-P
BalasHapusDuuh dibilang kereen, masih jauh dr keren, masih belajar hehehe.
HapusWah aku udah lama nggak ngirim, jd nggak tau ada perubahan nggak. Yg jelas cerita mengandung human interest, sekitar 3 hal sps.2.
Hahaha.. lucu sekali cerita ini, Mbak Lia.
BalasHapusEnding juga bikin ngakak. Masa ada guru kejam dan menyenangkan hahaha.