Ibu-ibu di Perpustakaan: ANEHKAH??
Maret 31, 2011 Saya sangat senang membaca. Terutama bacaan yang menghibur, yang tidak perlu mengernyitkan dahi membacanya. Yah, bacaan ringan semacam novel atau cerpen beraliran roman, komedi, petualangan, misteri, pokoknya yang asyik dan seru (kadang majalah anak-anak pun saya baca).
Membaca bisa membuat saya tenggelam dalam dunia lain, dunia khayal, dunia di mana saya bisa membayangkan berada di suatu tempat yang jauh tanpa harus pergi ke sana. Suatu pengalaman yang tidak saya dapat dari menonton televisi ataupun mendengarkan radio.
Namun sayangnya, kegemaran saya itu sampai saat ini belum bisa tersalurkan dengan baik, karena beberapa alasan. Antara lain karena di kota kecil tempat saya tinggal tidak ada toko buku bermutu, dan kalau adapun, dana untuk belanja buku rasa-rasanya belum masuk dalam daftar pengeluaran keluarga. Harap maklum, ya?
Akhirnya, beberapa tahun lalu, saya mendapat solusi yang cukup bagus. PERPUSTAKAAN. Ya, seorang adik ipar mengabarkan bahwa di kota kecil kami tercinta ternyata ada sebuah perpustakaan daerah yang cukup lumayan koleksi bukunya. Dia juga menunjukkan buku-buku yang dipinjamnya dari sana. AHA !
Maka, suatu hari, sampailah kami: saya, suami saya, dan dua anak kami, di sana. Sebuah gedung tua yang sama sekali tidak terlihat seperti perpustakaan, dan ternyata memang menjadi satu dengan Kantor Arsip Daerah.
Saat itu masih pagi, sekitar jam 9. Saya harus bertanya sana sini untuk bisa menemukan ruang perpustakaan. Tampaknya antusiasme akan segera bisa pinjam buku membuat saya lupa, bahwa bukanlah hal yang ’ngetren’ bagi sebagian besar penduduk kota saya untuk berada di perpustakaan. Apalagi untuk ibu-ibu seperti saya, lebih-lebih sambil membawa dua anak usia 5 dan 2 tahun.
Alhasil, mungkin melihat seorang ibu muda dengan dua anak kecil, celingak-celinguk, seorang pegawai berseragam menyapa, ”Cari siapa ya, Bu?” . Waduh, jangan-jangan saya dikira ibu-ibu cari posyandu nyasar, nih? Atau malah dikira tukang cari sumbangan?
”Anu, saya mau ke perpustakaan. Mau pinjam buku,” jawab saya. Dan sang pegawai pun ber-oooh sambil tersenyum simpul.
Masuk ke dalam ruang perpustakaan pun saya diikuti pandangan bertanya –atau heran, ya?- dari para petugasnya. Mungkin aneh sekali kelihatannya saya saat itu. Pagi-pagi masuk perpustakaan yang tak ada pengunjungnya sambil menggendong anak lelaki kecil dan seorang gadis kecil yang terus memegangi rok ibunya. Mau cari apa pula ibu ini di sini, atau kurang kerjaan sekali si ibu, begitu mungkin ya pikiran mereka?
Akhirnya daripada salah tingkah, saya duluan menyapa mereka, ”Selamat pagi. Saya mau lihat-lihat buku di sini. Boleh kan mengajak anak-anak? Supaya mereka terbiasa cinta buku dan senang membaca,” kata saya. Betulan, saya bilang begitu. Nah, baru deh orang-orang itupun mulai bersikap lebih ramah dan terbuka. Silakan, Bu…Dan kamipun langsung bersemangat meneliti rak demi rak buku (walaupun pada akhirnya hanya boleh pinjam dua buah buku, itupun dengan dispensasi karena saat itu saya belum punya kartu peminjam hehe..)
Sejak saat itu, saya dan anak-anak menjadi pengunjung setia perpustakaan daerah di kota kecil kami. Dan mulai saat itu juga, tak ada lagi pertanyaan atau pandangan aneh dari para pegawainya. Mudah-mudahan mereka belajar bahwa buku adalah sesuatu yang berharga untuk dicintai dan dicari, di mana pun buku berada, dan walau kadang dengan cara yang sedikit memalukan hehe..
0 komentar